Schlatter’s
(1973), menyebutkan bahwa pembentukan batubara merupakan proses yang kompleks yang
harus dipelajari dari banyak segi, karena ada bermacam-macam proses yang
berbeda satu dengan lainnya yang mempengaruhi pembentukan batubara, baik
derajat maupun jenis batubaranya pada suatu cekungan.
1. Posisi geotektonik (geotectonic position)
Di dalam
genesa cekungan batubara, posisi geotektonik merupakan faktor yang umum,
dominan, dan memegang peranan penting. Posisi geotektonik mempengaruhi iklim,
morfologi cekungan, kecepatan sedimentasi, kecepatan penurunan dasar cekungan,
jenis flora, dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap jenis batubara (coal type), derajat batubara (coal rank), dan geometri lapisan
batubara yang terbentuk .
Pada daerah
bertektonik kuat, penurunan cekungan akan berjalan cepat selama pengendapan
berlangsung. Akibatnya akan berpengaruh terhadap perbedaan petrografi dan
geometri lapisan batubara serta menambah kontaminasi mineral, seperti sulfida,
klorit, dan karbonat.
Cekungan
batubara dapat terbentuk diberbagai posisi dari suatu tatanan tektonik.
Batubara di Sumatera Selatan terjadi di cekungan belakang busur pada lingkungan
yang sebagian besar berair payau, sedangkan batubara Ombilin terjadi di
cekungan intra-montane pada lingkungan air tawar. Batubara di Bengkulu terjadi
cekungan muka busur di lingkungan delta. Batubara di Kalimantan Timur pada delta yang progradasi, seperti di Delta
Mahakam.
2. Topografi purba (paleotopografi)
Morfologi
cekungan mempunyai arti penting di dalam menentukan penyebaran rawa-rawa tempat
batubara terbentuk. Pada daerah pantai datar dan tidak berbukit merupakan
lingkungan yang baik untuk pembentukan batubara, demikian juga di daerah
cekungan benua, tetapi jumlahnya terbatas. Pada dataran stabil, erosi akan
mempengaruhi ukuran dan bentuk lakustrin,
asal dan luas pengaliran, aliran air, dan permukaan airtanah. Faktor-faktor
tersebut mempengaruhi pembentukan batubara.
3. Posisi geografi (geographical position)
Posisi
geografi berpengaruh terhadap iklim, khususnya temperatur. Pada daerah tropik
dan subtropik, tumbuhan dapat tumbuh subur dibanding di daerah sedang, di
daerah kutub tidak baik bagi pertumbuhan tumbuhan. Pembentukan batubara akan
baik pada rawa-rawa paralik yang
tingginya sama dengan permukaan air laut.
Menurut Teichimuller (dalam Stach, 1975), lingkungan pembentukan endapan gambut
dipengaruhi oleh:
Kenaikan muka air tanah lambat atau
penurunan dasar cekungan lambat, sehingga endapan gambut terhindar dari abrasi
air laut.
Adanya beting pantai, gosong pasir, atau
tanggul alam yang menghalangi rawa-rawa dari abrasi air laut, sehingga dapat
mempertahankan endapan gambut dari banjir sungai dan abrasi laut.
Relief daratan yang rendah,
sehingga pengendapan material fluviatil berbutir halus akan menutupi endapan
gambut yang terbentuk terlebih dahulu.
Berdasarkan
posisi geografinya, terjadinya endapan batubara dapat di lingkungan daratan (limnic) dan pantai laut (parallic). Pada prinsipnya pembentukan
endapan gambut memerlukan kondisi pemukaan airtanah yang konstan sepanjang
tahun, sehingga endapan organik dari tumbuhan yang mati segera terdekomposisi.
Kondisi demikian tergantung posisi geografinya, di samping iklim dan biasanya
dijumpai di daerah tepi pantai dimana air laut membendung air yang datang dari
daratan. Juga pada rawa-rawa dekat pantai. Untuk gambut di daratan dapat pada
garis tepi danau atau rawa yang besar.
4. Iklim (climate)
Gambut
berasal dari tumbuhan, sedangkan perkembangan tumbuhan dipengaruhi oleh iklim,
lebih khusus lagi adalah kelembaban. Pada daerah beriklim tropik dan subtropik
yang bertemperatur tinggi, umumnya sesuai untuk pertumbuhan tumbuhan
dibandingkan daerah beriklim dingin. Di samping itu, suhu yang lebih panas
tidak hanya mempercepat pertumbuhan tumbuhan, tetapi juga mempercepat
pembusukan.
Hasil
penelitian menyebutkan bahwa hutan rawa tropis mempunyai siklus pertumbuhan
setiap 7-9 tahun dan tumbuhan mencapai tinggi sekitar 30 m, sementara di iklim
dingin atau sedang untuk waktu yang sama pertumbuhannya hanya mencapai
ketinggian 5-6 m. Daerah iklim sedang miskin bahan makanan, sehingga didominasi
oleh lumut, sedangkan daerah tropik didominasi pohon.
Pada Karbon
Akhir atau Tersier Awal, umumnya gambut terbentuk di iklim tropis dan basah.
Meskipun demikian, di belahan bumi selatan dan Siberia dijumpai batubara yang
terbentuk di iklim sedang dan basah, bahkan di iklim dingin seperti batubara
Gondwana (Permo-Karbon) dengan
tumbuhan utama Gangamopteris, Glossopteris, Cycadophyta, dan
Conifers.
Lapisan batubara yang terbentuk di lingkungan iklim
tropis basah umumnya tebal dan cemerlang (bright
coal), sebaliknya di iklim sedang atau dingin terdiri dari sedikit batubara
cemerlang. Meskipun demikian, selama pembentukan batubara tidak selalu iklimnya
tetap, seperti di belahan bumi selatan terdapat batubara tebal diselingi
lapisan yang tidak mengandung batubara. Kondisi ini ditafsirkan sebagai masa
yang kering dengan ciri sedimen berkadar garam tinggi dan diperkirakan suhunya
lebih dingin dibanding suhu sekarang.
5. Tumbuhan (flora)
Tumbuhan
merupakan unsur utama pembentuk batubara. Protoplasma adalah sel pengisi tumbuhan
hidup yang merupakan zat koloidal yang sebagian besar terdiri dari air dan
albumin kompleks atau campuran unsur C, H, O, N, S, dan P. Albumin hampir tidak
memiliki daya tahan terhadap pembusukan, fungsinya sebagai zat makan atau nutrient bagi bakteri penyebab
pembusukan.
Selaput sel terutama terdiri dari cellulose, merupakan karbohidrat
yang tahan terhadap perubahan kimiawi, tetapi dapat dengan mudah ditelan oleh mikro-organisme. Di alam, cellulose bersama-sama dengan sederet
unsur lain seperti hemicellulose,
pectins, lemak, dan lignin. Tiga yang pertama tidak memiliki daya tahan
terhadap pembusukan, sehingga kurang penting dalam pembentukan batubara. Lignin
diperlukan dalam perubahan bentuk tumbuhan, selalu terjalin secara submikroskopis dengan cellulose dan merupakan bahan dasar
jaringan kayu, walau terdapat pula dalam daun. Resin dan lilin juga dihasilkan
oleh tumbuhan, biasanya termasuk hidrokarbon polimer tinggi dengan oksigen dan
belerang dalam jumlah kecil. Keduanya sangat tahan terhadap pembusukan.
Pemunculan tumbuhan tidak terlepas dari evolusi kehidupan yang
menghasilkan kondisi berbeda selama masa sejarah geologi. Mulai Paleozoik-Devonian, tumbuhan tidak
tumbuh dengan baik. Setelah Devon
pertama kali terbentuk lapisan batubara di daerah lagunal yang dangkal. Periode ini merupakan titik awal dari
pertumbuhan tumbuhan secara besar-besaran dalam kurun waktu yang singkat pada
setiap kontinen. Hutan tumbuh dengan subur selama Karbon, pada Tersier
merupakan perkembangan yang sangat luas dari berbagai jenis tumbuhan.
6. Pembusukan (decomposition)
Pembusukan
tumbuhan adalah proses peruraian unsur yang merupakan bagian transformasi
biokimia dari bahan organik tumbuhan. Setelah tumbuhan mati, maka yang berperan
adalah proses degradasi biokimia. Prosesnya adalah pembusukan oleh kerja
bakteri dan jamur, terutama di daerah yang bertemperatur hangat dan lembab
daripada di daerah kering dan bertemperatur dingin. Bakteri bekerja pada
lingkungan tanpa oksigen, mula-mula menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan
seperti cellulose, protoplasma, dan pati.
Dalam suasana kekurangan oksigen akan berakibat keluarnya air dan sebagian
unsur karbon dalam bentuk karbondioksida, karbonmonoksida, dan metan. Akibat
pelepasan unsur atau senyawa tersebut, maka jumlah relatif unsur karbon akan
bertambah. Dari proses ini akan terjadi perubahan dari kayu menjadi
gambut.
Kecepatan pembentukan gambut bergantung
pada kecepatan pertumbuhan tumbuhan dan proses pembusukan. Bila tumbuhan yang
mati tertutup oleh air dengan cepat, maka akan terjadi proses penguraian oleh
bakteri. Sebaliknya apabila tumbuhan yang telah mati terlalu lama berada di
udara terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut akan berkurang, karena hanya
bagian yang keras saja yang tertinggal, sehingga menyulitkan penguraian oleh
bakteri.
Pembusukan
umumnya berjalan lebih cepat pada kondisi lingkungan yang selalu berganti,
yaitu dari reduksi ke oksidasi dan seterusnya. Kadar pembusukan akan
berpengaruh terhadap batubara yang akan terbentuk.
7. Penurunan dasar cekungan (subsidence)
Penurunan cekungan merupakan hal penting, yaitu jika
penurunan dan akumulasi tumbuhan berjalan seimbang, maka akan menghasilkan
endapan batubara tebal. Pergantian
transgresi dan regresi juga akan mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan dan pengendapannya,
juga menyebabkan adanya infiltrasi material dan mineral yang akan mempengaruhi
komposisi batubara.
Kecepatan penurunan yang lebih cepat dari kecepatan
akumulasi tumbuhan akan mengakibatkan air menggenangi rawa-rawa dan hutan
sekelilingnya, sehingga kehidupan tumbuhan terganggu. Jika penurunan lebih
lambat dari kecepatan akumulasi tumbuhan, maka akan menyebabkan akumulasi
tumbuhan di permukaan, Akibatnya permukaan airtanah akan turun dan tumbuhan
membusuk oleh udara.
8. Waktu
geologi (geological age)
Waktu geologi menentukan berkembangnya beragam tumbuhan,
misal pada jaman Karbon dijumpai endapan batubara yang melimpah karena pada
jaman tersebut perkembangan tumbuhan mencapai puncaknya.
Waktu geologi juga dapat meningkatkan derajat batubara,
karena makin tua umur endapan batubara, maka besar kemungkinannya tertimbun
lebih dalam dan lebih tebal oleh endapan sedimen dibandingkan yang berumur
muda. Meskipun demikian, pada batubara yang lebih tua selalu ada resiko
mengalami deformasi tektonik dan
pengaruh erosi, sehingga dapat mengganggu atau mengurangi endapan batubara yang
ada.
Perkecualian dapat terjadi, sekalipun endapan batubara
berumur tua, belum tentu akan tertimbun oleh sedimen yang lebih tebal atau
mempunyai peringkat yang lebih tinggi. Bahkan adanya terobosan batuan beku
dapat membuat endapan batubara muda mencapai peringkat yang tinggi, misalnya
endapan semi antrasit yang berumur Mio-Pliosen
di Suban, Tanjung Enim dan berumur Miosen
Tengah di Bukit Sunur, Bengkulu.
9. Sejarah
setelah pengendapan (post-depositional
history)
Sejarah cekungan batubara sangat
tergantung pada posisi geotektoniknya, karena posisi geotektonik mempengaruhi
perkembangan cekungan batubara dan berpengaruh pada tebalnya lapisan penutup
yang pada akhirnya menentukan proses kecepatan metamorfose organik dan
bertanggungjawab terhadap struktur cekungan batubara, lipatan, sesar, atau
terobosan batuan beku. Secara
singkat dapat berpengaruh terhadap aspek geometri lapisan batubara dan kualitas
batubara.
10.
Metamorfosa organik (organic metamorphism)
Perubahan fisik dan kimia dari organisme secara
berangsur menjadi bentuk lain yang susunannya lebih kompleks, umumnya pada
kondisi tanpa oksigen. Prosesnya dibagi menjadi dua tahap, yaitu perubahan
biokimia dan perubahan geokimia.
Proses biokimia yaitu perubahan dari tumbuhan mati menjadi gambut dan
proses geokimia yaitu perubahan dari gambut menjadi batubara. Pada proses
geokimia, kenaikan suhu memegang peranan penting, yaitu berkurangnya unsur
hidrogen dan oksigen yang diikuti oleh meningkatnya unsur karbon, sehingga
derajat batubara makin meningkat. Kenaikan suhu ini terutama disebabkan oleh
tebalnya batuan yang menindihnya atau adanya terobosan magma batuan beku.
Metamorfosa organik dipengaruhi oleh proses
yang bekerja setelah pengendapan, secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh
posisi geotektonik, kecepatan penurunan cekungan, dan waktu geologi.
mantap..........
BalasHapushoax bang
BalasHapus